Jika Sembuh, Siti Yani Ingin Sekolah Lagi
Rumah Sakit Paru (RSP) Kreongan, Jember, mencetak sejarah. Dalam dua hari, RS ini berhasil melakukan operasi langka dan pertama kali di Jember. Yakni operasi bedah saraf dan plastik pada kasus Meningocele (hidung besar), serta operasi Thorak (bedah rongga dada). SHODIQ SYARIEF, Jember
WAJAH Siti Yani, 16, putri dari pasangan keluarga Basis, 38, dan Misnaya, warga Sukowiryo, Jelbuk, Jember tampak lega. Usai menjalani operasi, dia tidak akan minder lagi jika bergaul dengan kawan-kawan sseusianya, setelah wajahnya dioperasi oleh tim dokter RSP, Jember Senin (18/7) pekan lalu. "Saya ingin segera pulang" ujarnya lirih pada ibunya, Misnaya, Jumat lalu.
Maklum, sudah lebih dari seminggu anak kedua bersaudara itu menjalani perawatan intensif di RSP Kreongan, Kecamatan Patrang tersebut.
Siti Yani menderita penyakit Meningocele (hidung membesar) sejak balita. Di RSP, dia tercatat sebagai pasien pertama dalam operasi bedah saraf dan plastik gratis, melalui program" Wadah Baru Harapan Baru." Semua biaya ditanggung oleh pemprov Jatim yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Operasi 12 Jam, Dioperatori Dokter Jember dan Surabaya
Suatau angka yang tak mungkin ditanggung sendiri oleh keluarga buruh tani tersebut.
Seandainya Siti Yani tak menderita Meningocele, harusnya dia sudah duduk di bangku SMA seperti anak-anak seusianya. Namun hingga kini, bocah yang pintar mengaji Alquarn itu, hanya tamat sekolah dasar saja. "Pernah sekolah di SMP, tapi selalu di gojloki kawan-kawannya. Makanya tak mau sekolah lagi," ujar Misnaya, ibunya.
Misnaya berharap dengan selasai operasi khusus itu, anaknua segera bisa sembuh, pulih, dan bisa sekolah seperti halnya anak-anak lain seusianya. Tentu Misnaya maupun Yani, menyadari semua itu perlu proses yang tidak cepat. Bahkan, usai operasi yang melibatkan tim dokterahli itu, dia masih harus menjalani lagi, meski tak sesulit operasi pertama.
Sejak diketahui anaknya menderita kelainan pada hidungnya, Misnaya mengaku sudah resah dan gelisah. Namun apa daya tak mempunyai kemampuan untuk berbuat banyak, lantaran keterbatasan biaya dan pengetahuan. Tak heran, jika biasanya hari pergi ke dukun dan manteri kesehatan seadanya. Setelah mendapat informasi ada program operasi gratis dari pemerintah, baru Misnaya dan Basid ikut daftar, dan menjadi calon pasien pertama operasi kemanusiaan itu.
Sementara dr Sigit Kusuma Jati, Kepala Humas RSP Jember menyebut, operasi yang berlangsung 122 jamitu didukung dengan sarana prasaerana yang canggih, serta SDM yang andal. Ke depan kata dr Sigit, pihaknya bersama Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timyur berkomitmen untuk memberikan pelayanan bedah hingga tingkat pelayanan bedah Thorak dan bedah jantung demi menjadi RS Rujukan Jawa Timur bagian timur.
Dokter Sigit mengaku bahwa tingkat kesulitan yang dirasakan oleh para dokter selama persiapan hingga proses operasi cukup ada.Dan itun tergantung pada kondisi pasien, anatomi dan alat CT-Scan. Apalagi kelainannya sudah permanent (menetap). Sang pasien menderita penyakit ini sejak lahir dan sekarang usianya sudah menginjak dewasa. Akibatnya fungsi-fungsi organ tubuh dan tulangnya sudah menetap, atau tidak mungkin tubuh lagi. Ditambah lagi tingkat depresi yang sudah berkepanjangan.
Selain itu, secara anatoni defek (celah) sudah mengeras bahkan benjolan sampai menyebabkan kelainan wajah (pipi mata yang menonjol), otot mata yang bergeser dan tonjolannya tidak simetris. Jua alat CT-Scan yang digunakan selama proses operasi ini masing dinilai kurang bisa mendukung upaya tindakan operasi, sehingga banyak hal yang di luar antisipasi oleh dokterpelaksana.
Kepala Departemen Anestesi RSP Jember dr Wahib W SpAn, KNA menambahkan, operasi bedah plastik pada pasien Yani tergolong tercanggih. Tahapan pertama operasi, mengangkat dan menutup celah agar tidak terjadi infeksi oleh bocornyaCairan otak.Selanjutnya,merekonstruksi wajah agar membentuk tulang wajah agar mendekati normal,sehingga pasien mempunyai harapan dan semangat baru.
Selama masa pemulihan,lanjut dr wahib,pasien akan diamati secara terus-menerus satu sampai hingga dua minggu di RSP untuk mengawasi luka operasi.Kemudian dua hingga tiga minggu berikutnya,cukup dengan rawat jalan untuk mengawasi komplikasi yang muncul dan tekanan sirkulasi otak pasca operasi."selanjutnya mengawasi koordinasi organ-organ lain untuk mencegah adanya gangguan pola pikir,gangguan penglihatan,dan fungsi luhur,"jelasnya.
Dengan cara tersebut,imbuh dokter konsulten anestesi satu-satunya di Wilayah eks Karesidenan Besuki ini,diharapkan mampu membangkitkan kepercayaan diri,sekaligus membantu mengembalikan fisik.Bahkan psikososial pasien untuk mendapatkan kesempatan yang sama di mata masyarakat."Operasi ini bukan semata untuk kepentingan kosmetik,melainkan akan memberikan masa depan bagi anak bangsa,"tuturnya.
Operasi yang berlangsung selama 12 jam itu,dioperatori oleh dokter-dokter andal dari tim RS Paru Jember dengan RS dr Soetomo Surabaya.Yakni,dr Wahib SpAn,KNA,dr Andre Kusuma SpBS,(RSD dr Soebandi),dr Ulfa Elfiah Mkes SpBP RE(FK Unej),dr Novan SpBS(RSU dr Soebandi),dan dibantu perawat-perawat pendamping yang andal dan terlatih di RS Paru Jember.selama menjalankan tugasnya,Mereka disupervisi oleh dr Wihasto Suryaningtyas SpBS,dan dr Magda Hutagalung,SpBP RE,KKF,dari RSU dr Sutomo Surabaya.
Dengan keberhasilan operasi bedah saraf dan plastik tersebut,lanjut ayah empat anak ini,masyarakat Jember yang menderita kasus serupa tak perlu dibawa ke Surabaya atau Jakarta.Selain dokter ahli bedah plastik sudah ada(dr Ulfa Elfiah MKes SpBP RE),peralatan di RSP Jember juga sudah memadai."Selama ini dokternya memang sudah ada.Namun peralatannya yang belum ada,sehingga pasien harus dirujuk ke surabaya,"jelasnya.
Bukan itu saja,dengan bantuan dana Dinkes Pemrov Jatim,serta kerja sama dengan RSU dr Sutomo dan FK Unair,RSP Jember siap mengobati(termasuk mengoperasi)penyakit serupa di Jember dan sekitarnya.Bahkan,dalam beberapa pekan ini,pihaknya akan melakukan operasi serupa terhadap sejumlah pasien yang sudah terdaftar."Pokoknya setiap Sabtu dan Minggu,diusahakan ada operasi pasien secara gratis,"imbuhnya lagi.
Yang jelas,operasi bedah plastik ini,kata dr Wahib,bukan karena alasan Kosmetik,melainkan pertimbangan medis atau faktor kesehatan dan mental sosial penderita hidup bermasyarakat.Berdasarkan pertimbangan medis,kata dia,jika penyakit tersebut tidak diangkat,maka akan mengganggu sistem kerja organ(fisiologi organ)lainnya.Di antaranya dapat menimbulkan gangguan mata maupun gangguan sistem pernapasan.(hdi/c1/bersambung)
Sumber:Jawa Pos Radar Jember 26 Juli 2016
Ditulis Kembali: AF
Habis berapa operasinya?
BalasHapus