Rabu, 01 Februari 2017

Ketika Musik Patrol Merambah Kaum Wanita

Pemainnya Wanita Karir hingga Nenek Usia 75 Tahun
Selama ini musik patrol selalu identik dengan jenis musik yang dimainkan kaum pria. Namun, di Jember, terdapat salah satu kelompok musik patrol yang seluruh personelnya adalah wanita. Bahkan, salah satunya adalah lansia berunur 75 tahun!



LINTANG ANIS K, Jember 

DALAM sebuah acara kebaktian gereja, di beberapa aspek selalu dilakukan acara nyenyian rohani dengan diiringi alat musik. Umumnya aktivitas tersebut diiringi para pemain musik modern seperti gitar, bass, hingga keyboard. Tetapi di Jember, ada klompok musik patrol yang khusus mengiringi kegiatan rohani Kristen.

Mereka adalah Komisi Wanita Gereja Pantekosta Isa Almasih (GPIH) Kasih Surgawi Jember. Dengan Menggunakan perangkat musik patrol lengkap, ketujuh pemainnya tak ragu mengiringi nyanyian yang dilakukan para jamaat gereja. Terkadang ditambah additional player pada keyboard dan vokal.

Tetapi berbeda dengan grup musik patrol lainnya, seluruh personel musik patrol terdiri dari tujuh perempuan. Bukan remaja putri, Namun wanita yang usianya lebih dari setengah abad.

Ya, para jemaat wanita GPIA Kasih Surgawi ini berinisiatif untuk mengangkat kembali budaya khas Jember dalam iringan lagu-lagu rohani Krinten. Ide itu tercetus ketika melihat perangkat musik patrol yang mangkrak tersimpan di gereja.

"Awalnya perangkat musik patrol ini disediakan untuk kalangan pemuda, tetapi nggak ada yang memainkan," tutur Yenny, leader grup musik patrol wanita ini.

Bisa dibilang, ini kali pertama di Jawa Timur terdapat kelompok musik patrol wanita yang cukup berani mengiringi nyanyian rohani dalam kegiatan gereja.


Coba Padukan Musik Rohani dengan Budaya Lokal

Dikombisasikan dengan beberapa aspek musik modern, Yenny dkk mencoba menyanyikan musik rohani yang dipadukan dengan budaya lokal Jember.

Padahal, kata dia, harganya tidaklah murah. Berawal dari rasa penasaran, Yenny mengajak beberapa rekan Komisi Wanita untuk belajar musik patrol. "Kita mencoba belajar pada pelatih yang cukup menguasai musik patrol sebelumnya," lanjutnya.

Personelnya hanya tujuh wanita. Mereka adalah YennyKristanto, Rininta Saswito, Meliana, Lilik Suryani, Ny Trisno, Eni, Ny Yeremiah, Wiwid Santoso, dan Yana Dodik. "Ditambah dua additional player yang hanya tampil pada kesempatan tertentu," imbuh Yenny.

Bagi Yenny dan kawan-kawan yang sama sekali tidak memiliki latar belakang di bidang musik, mempelajari musik patrol cukup menyulitkan. Namun, rupanya mereka hanya butuh waktu singkat hingga pada penampilan pertama. "Pertama kali kita belajar patrol sekitar bulan Februari, terus Maret kita mulai main di gereja," kata Rininta Saswito, personel musik patrol yang lainnya.

Beruntung, mnusik patrol terbilang lebih mudah dipahami daripada jenis musik lainnya. Sebab umumnya dalam permainan yang menggunakan alat musik dari kayu dan bambu tersebut tidak menggunakan notasi nada. Sehingga, para ibu tak mengalami kesulitan ketika harus mengiringi lagu-lagu rohani yang dinyanyikan.

"Belajarnya lewat ketukan, seberapa cepat tempo musik yang mau kita iringi, itu yang harus kita perhatikan. Jadi pemain yang lain nggak terlalu bingung mengikuti notasi atau nada yang harus disesuaikan," imbuh Yenny.

Menentukan waktu latihan menjadi hal lain yang harus diperhatikan. Mayoritas pemain musik patrol tersebut merupakan ibu rumah tangga dan karyawan yang menghabiskan banyak waktu untuk bekerja dan menyelesaikan tugas ruham tangga. Mulai dari pengusaha, karyawan instansi, sampai guru. "Biasanya kita latihan seminggu dua kali, tapi kalau mau ada acara kita latihan hampir setiap hari," kata Rininta.

Mengingat imege musik patrol yang lebih banyak dimainkan pemain-pemain berusia muda, kondisi tersebut tidak akan ditemukan pada kelompok musik patrol Komisi Wanita GPIA Kasih Surgawi ini. Jika dirata-rata, ketujuh personelnya merupakan wanita paruh berusia 30-50 tahunan. Bahkan ada yang sudah berusia 75tahun.

Dia adalah Lilik Suryani, salah satu lansia yang masih aktif di balik tubuh rentanya. Sama sekali tak tampak raut lemah di setiap senti wajahnya. Sebaliknya, tawa dan suara yang kecil namun tegas tak pernah berhenti keluar dari bibirnya.

Seumur hidupnya baru kali ini nenek berusia 75 tahun tersebut menyentuh alat musik. Hal ini tentu menyulitkan, sebab tak ada darah seni apapun yang berada dalam dirinya. "Sampai umur segini ya baru sekarang megang alat musik," selorohnya sembari tertawa.

Namun demikian, semangatnya tak padam demi memberikan kontribusi seni terhadap Jember dan gereja tempatnya beribadah. Terlebih lagi, Lilik bersama seluruh personel musik patrolnya ingin bisa mengangkat kesenian musik patrol Jember dalam sisi religi.

Menurut Yenny, musik merupakan dunia universalyang bisa dimasukan berbegai unsur di dalamnya. Tidak hanya dari sisi seni, namun juga ibadah. "Selama ini tak banyak instrumen musik daerah yang bisa menembus semua sendi aktivitas masyarakat. Harapannya dengan munculnya kelompok musik patrol ini, kami bisa ikut memberikan kontribusi positif demi memajukan kesenian Jember," tegasnya. (c1/hdi)
Sumber : Jawa Pos Radar Jember, 1 Juni 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar