Rabu, 22 Februari 2017

Tape Ketan, Grup Band Komedi Yang Pernah Berdaya


Kami Tidak Punya Idealisme, Yang Penting Penonton Tertawa

Nama Band Tape Ketan ini sempat melejit dan menapaki kejayaan sekitar tahun 2006. Pilihan genre musik yang berbeda dipandu dengan aksi teater membuat mereka sukses. Yakni saat band asli Jember ini berhasil menembus lima besar dalam audisi Band Gelo di salah satu staiun televisi nasional.

RAGGA MAHARDIKA, Jember

Untuk generasi muda Jember tahun 2005-2010, pasti belum lupa dengan aksi panggung band Tape Ketan. kelompok musik ini, Dani dan Bagus adalah rohnya. Dani di dapuk jadi vokalis, dan bagus di Keyboard. Keduanya kerap tampil menggila dengan aksi kocaknya ketika sudah berada di atas panggung.


Baru Manggung Jika Ada Tawaran Yang Menggiurkan

Dimana, pasti seluruh penonton akan terbahak-bahak melihat aksi konyol keduanya. Bahkan tidak jarang, usai enak-enak menikmati lagu, penonton malah dibuat tertawa dengan guyonan-guyonan segar mereka. band mereka ini memang mirip-mirip Teamlo, yang sekarang lagi ngetop itu.

Sekedar informasi, band ini terbentuk pada 2003 silam. Mereka sejak awal memang ingin membuat band yang berbeda dengan band kebanyakan. Dimana, pada tahun-tahun tersebut Jember masih dipenuhi dengan band Top 40 alias menyanyikan lagu-lagu trend saat itu. Namun, mereka memilih menjadi band parodi yang menyanyi sekaligus menghibur penonton dengan lawakan-lawakan khas teater.

Selain Dani dan Bagus, Band ini juga sudah ganti-ganti personil. delapan personil yang terakhir menggawangi Tape Ketan adalah Noveri, Ayus, Mirza, Hendra, Budi dan eko. Mereka terbentuk dari sejumlah UKM seni dari berbagai fakultas di Universitas Jember yang berkumpul satu menjadi Tape Ketan Band. Hal ini merujuk pada makanan khas Jember yakni Tape Ketan. Namun, mereka lebih banyak berkumpul di Kurusetra, Fakultas Ekonomi Unej.

Puncaknya tentu saja pada 2006 lalu, saat para personil masih kuliah ini lolos dalam salah satu ajang pencarian bakat di Jakarta. Yakni dalam audisi band Gelo di TPI waktu itu. Mereka juga berhasil menembus hingga lima besar nasional. Ini menjadi kebanggaan bagi band anak muda Jember hingga ke belantika musik nasional. Bahkan sering juga tampil menjadi band pembuka bagi musisi nasional.

Belakangan, nama Tape Ketan jarang terdengar. Tenyata, band ini tak bubar meskipun bisa dikatakan 'kurang eksis' seperti dulu. Para personil masih manggung kok, kalau ada orderan," ucap Mirza, bassits di Tape Ketan. Bahkan terakhir mereka masih manggung adalah saat pernikahan Mirza dengan Vietha yang digelar di New Sari Utama pada Mei 2016 lalu.

"Band ini belum bubar. Memang tampil tidak sesering dulu. Sekarang paling ngumpul-ngumpul untuk refresing," tutur Mirza. Hal ini berbeda dengan saat masih jaya. Dimana, hampir setiap akhir pekan manggung di sejumlah kota di Indonesia.

Menurut Mirza, saat ini diakuinya sulit untuk berkumpul bersama. Kebayakan personil Tape Ketan punya kesibukan masing-masing. Dan rata-rata sudah menjadi orang profesional serta sudah sebagian besar berkeluarga.

Mirza sendiri sekarang sibuk berwirawasta. Bagus menjadi pegawai pemerintah, Dani dan Noveri masih menjadi seniman, Ayu berbisnis, begitu juga dengan Eko. Sementara Budi dan Hendro kini berada di luar kota menjadi pegawai dan berkeluarga disana. "Jika tidak ada tawaran yang benar-benar menggiurkan, baru manggung ucap Mirza tersenyum.

Meski diakui sebenarnya undangan untuk manggung sering datang pada grup band ini. Namun karena kesibukan itu, akhirnya mereka mamasang tarif mahal untuk band lokal Jember. Apalagi, ada dua personil yang berbeda diluar kota Jember. "Pasalnya, untuk manggung tidak seperti band lain yang cukup menghafalkan lagu saja. Katanya.

Namun, perlu latihan dan ide-ide kreatif yang alami untuk menciptakan aksi panggung yang membuat penonton tertawa. Bahkan, para personil harus memiliki kemampuan musikalitas tinggi karena memang tidak dibatasi dengan genre musik tertentu. Mereka harus bisa bermain lagu rock, dandut,pop.reggae, keroncong bahkan lagu tradisional juga. "sudah tidak ada idealisme musik. Yang penting penonton tertawa," jelasnya.

Berbagai akis musikalitas tinggi inilah yang mampu menghibur penonton yang ada . Sehingga tidak pas langsung bisa, namun butuh  kekompokan untuk bisa menyatuhkan ide kreatif dari banyak personil untuk menjadi aksi panggung yang menghibur. Karena itu, jika hendak menerima job tentu harus berpikir ulang saat ini. "Jadi bukan tidak mau, namun karena waktu yang sudah semakin padat jelasnya.

Tentu ini berbeda dibandingkan saat pertama terbentuk. Mereka mengaku jika di awal sangat sulit untuk mendapatkan job manggong. "Dulu pernah dibayar Rp 150 ribu saat tampil. Ya sudah uangnya cuma cukup buat makan saja," jelasnya.(hdi)


Sumber : Jawa Pos Radar Jember 09 Juli 2016
Ditulis Kembali Oleh : (IS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar