Senin, 20 Februari 2017

Lika-Liku Fauzi Membesarkan Perusahaan Konveksinya

Dulu Ditolak Rektor, Kini Diburu Kampus

Nama Fauzi Tailor tak asing lagi bagi warga jember, khususnya di lingkungan mahasiswa dan perguruan tinggi. Sebab, hamppir seluruh perguruan tinggi di Jember pernah berhubungan dengan dia, terkait pembuatan jaket almamater, pakaian wisuda, seragam KKN, hingga membuat topi dan dasi mahasiswa.

SHODIQ SYARIEF
, Jember

FAUZI Spd, Mpd, tak mengira akhirnya bisa menjadi juragan penjahit konveksi yang diperhitungkan di Kota Tembakau ini. Betapa tidak, sejak awal keberangkatan dari rumahnya di Lamongan, dia hanya ingin menjadi seorang guru, seperti yang diharapkan ayahnya. Makanya di Universitas Jember (Unej) Fauzi memilih Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) jurusan Bahasa Inggris.
Anak bungsu dari dua bersaudara ini mengaku nekat ketika disuruh kuliah di Jember, dengan biaya hidup pas-pasan. Bahkan, dia sempat hampir putus asa, alias tidak melanjutkan kuliah lantara kurangnya biaya. Namun, oleh kakaknya dipompa terus semangatnya, dan diminta jangan sampai putus kuliah.


Sempat Kalah Adu Lelang dengan Kontraktor Lain

"Mau jadi apa kalau tidak kuliah," tutur sang kakak, seperti yang dituturkan Fauzi.
Berkat dorongan sang kakak, Fauzi akhirnya berusaha mencari kerja "sampingan" untuk bertahan kuliah, dengan mendatangi bengkel Jeans Wijaya, milik Suprapto yang cukup terkenal di Tegalboto.  Dia melamar kerja apa saja di tempat tersebut, asal mendapat upah untuk menambah biaya kuliah. Fauzi sendiri sebenarnya juga pernah ikut bantu-bantu seorang penjahit di kampungnya, meski hanya disuruh membeli kancing dan sejenisnya.
Ketika ditanya punya pengalaman apa kok melamar di bengkel jeans? Fauzi bilang bisa menjahit sekedarnya. Padahal, kata Fauzi, saat itu sebenarnya belum bisa menjahit, apalagi di tempat yang keras, dan mau belajar sungguh-sungguh, akhirnya Fauzi bisa juga menjahit jeans.
Kebetulan, kata Fauzi, saat Haji Ali (almarhum) juga kerap menjahitkan seragam haji ke bengkel jeans juragannya sehingga menambah kemahiran Fauzi kian meningkat. Lumayan, satu seel pakaian, Fauzi mendapat upah Rp 3.000 tahun 1993 silam. "Rata-rata tiap minggu saya mampu menjahit lima setel," tuturnya.
Hampir satu setengah tahun ikut bengkel jeans milik Supapto, Fauzi ingin mengembangan diri. Diam-diam Fauzi membuks sendiri usaha bengkel jeans di rumah kos nya di Jalan Kalimantan. Kebetulan bapak kosnya memiliki mesin jahit yang menganggur, sehingga bisa dimanfaatkan untuk merintis usahanya.
Dirumah kosnya, Fauzi memasang papan pengumuman menerima jasa penerjemah bahasa Inggris, dan perbaikan Jeans. Ternyata usahanya laris, karena banyak mahasiswa yang minta perbaikan jeans. Dalam waktu bersamaan, ada kawannya, Anwar, menawarkan diri menjadi penjahit sekaligus tukang potong. "Saya sendiri sama sekali tak sekali tak bisa memotong pakaian," kenangnya.
Merasa mampu menangani order jahitan, Fauzi nekat membuaka kios kecil-kecilan di tepi jalan Kalimantan 10, dengan sewa Rp 300.000 setahun. Dari sanalah kemudian usaha Fauzi kian berkembang, sehingga mampu memperkerjakan sekitar empat tenaga profesional. Fauzi sendiri lebih banyak fokus pada mencari pelanggan, termasuk ke lembaga pendidikan.
Dia mengakui untuk menembus birokrasi kampus tidak mudah. Berali-kali tawarannya ditolak, karena tak memiliki perusahaan yang bergerak di bidang konveksi. Atas saran Kepala LPM (Lembaga Pengabdian Masyarakat), Unej, Sukamto Irkhanudin, Fauzi disuruh membuat CV, agar bisa memasukkan penawaran ke Unej.
Ternyata, setelah memiliki CV pun, tak mudah memperoleh pekerjaan di kampusnya sendiri. Sebab, di Unej juga sudah antre beberapa CV yang ingin mendapatkan pekerjaan, termasuk urusan seragam mahasiswa. Sebab, Proyek pengandaan seragam mahasiswa. Sebab, proyek penggandaan seragam mahasiswa telah ditangani oleh koperasi Unej, yang di dalamnya juga banyakyang berebut.
Berkat bantuan Pembantu Rektor bidang Kemahasiswaan, Marwoto, Fauzi mulai mendapat angin. Sejumlah sifat yang membidangi pengadaan seragam  dipanggil , dan diminta membantu Fauzi adalah alumni Unej, yang layak didukung kreativitas dan inovasinya. "Kapan lagi kita bisa membantu alumni," ujar Marwoto, sebagai ditirukan Fauzi.
Tak tanggung-tanggung, tahun 2006 Fauzi langsung ditawari mengerjakan 5.000 jaket almamater, lengkap dengan topi dan dasinya, senilai Rp.518 juta. Suatu angka yang fantastis, dan tak tahu darimana modalnya kelak. Akhirnya, bersama tiga kawannya yang lebih dulu antre, Fauzi berbagai pekerjaan. Fauzi berbagi pekerjaan. Fauzi kebagian mengerjakan topi dan dasi.
Dari hasil proyek pertama pertama itu, Fauzi mengantongi keuntungan sekitar Rp 40 juta. Suatu angka yang sangat besar saat itu Apalagi hanya modal "dengkul". Dia memperkirakan tiga kawannya pastinya mendapat keuntungan yang jauh lebih besar, karena yang dikerjakan jaket dan seragam.
Dari pengalaman menggarap proyek Unej itulah, akhirnya pria kelahiran 16 Maret 1971 itu, lebih percaya diri untuk mengembangkan usahanya ke berbagai perguruan tinggi lain, seperti Poltek, IKP PGRI, Mandala, UIJ dan lain-lain. Kantor CV-nya pun diboyong ke rumahnya sendiri, di Perum Taman Kampus, dengan fasilitas yang lebih memadai.
Sayang, sejak tahun 2013 lalu, kontrak kerjanya dengan Unej harus berhenti, karena rektor baru, Hasan, menggunakan sisiter lelang. Fauzi dkk pun harus mengakui keunggulan kontraktor luar daerah, karena memiliki segalanya. "Itu resiko usaha. Tapi saya bersyukur pernah berkiprah di Unej," tuturnya.
Karena statusnya sebagai PNS, perusahaannya ditangani sang istri, Nanik Aptiani. Kini konveksi mampu memperkerjkan 10 karyawan tetap, dan 30-an karyawan lepa. (sh/hdi)






Sumber : Jawa Pos - Radar Ijen , 3 Juli 2016
Ditulis kembali oleh : nbl

Tidak ada komentar:

Posting Komentar