Komunikasi dengan Ortu di LN lewat Medsoso dan Video Call
Keberadaan akte kelahiran kerap diabaikan oleh sebagian orang, termasuk oleh buruh migran. karenabanyak anak buruh migran yang tidak memiliki akte kelahiran, relawan Sanggar Bermain
TanokerLedokomondo, membantu pengurusan akte tersebut. Bukan perkara mudah.
SISILLIA Velayanti harus meneliti satu persatu dokumen di depannya. Bagi relawan Tanoker lulusan Prodi
sosiologi Unniversitas Brawijaya Malang itu tidak mudah melengkapi dokumen pengurus akte kelahiran
milik anak-anak buruh migran. Sebab, banyak dokumen pendukung yang tidak lengkap, seperti KTP orang tua.
Tanoker berinsiatif melaksnakan pengurusan akte kelahiran para anak buruh migaran karena masih banyak yang belum memiliki dokumen kependudukan yang snagat penting itu. "Akte kelahiran banyak dipakai berbagai urusan. Terutama ketika hendak mendaftar sekolah," ujar Suporhadijo, salh seorang pendiri Tanoker.
Melihat fenomena banyaknya anak buruh migran di jember bagian utara yang tidak memiliki akte
kelahiran, Tanoker berinsiatif membantu pengurusan akte secara masal.
Statusnya seperti Orang Tanpa Kewarganegaraan
"Sosialisasi program ini sebenarnya sudah dimulai sejakMaret 2015. tetapi, pengurusan ke Dispenducapil akan dilaksanakan setelah lebaran ini, ujar sisillia, yang juga project officer kegiatan ini.Target awal program ini adalah bisa membvantu pengurusan akte kelahirran untuk 150 anak. Tetapi, dalam perkembangan terkhir anak yang mendaftar sudah mencapai 500-an orang. "Jumlah tersebut kem,ungkinan akan terus bertambah," sambungnya.
Dia mengakui, peserta program ini mayoritas adalah anak buruh migran. rata-rata salah seorang atau
kedua orang tuanya bekerja diluar negeri (LN). Dari pendataan sementara, ada tiga kondidi yang
ditemukan tanoker di lapanagan.
Yakni, kedua orang tuanya menjadi buruh migran di LN,s sehingga sang anak tinggal bersama kakek nenek atau saudara yang lain. Selain itu, ada pula yang kedua orang tuanya sudah bercerai, dan menikah lagi dengan orang lain. "Kondidi kedua ini yang lebih rumit dalam pengurusan dokumennya," kata cewek berjilbab ini. Kondidi berikutnya adalah hanya salah seorang yang menjadi buruh migran di luar negeri.
Selama melakukan sosialisasi dan advokasi pengurusan akte kelahiran ini, sisillia ada relawan lainnya
menemukan banyak suka duka. Diantaranya, mereka menemukan ada anak yang kehilangan kontak dengan orang tuanya di luar negeri selama 14 tahun. Selama itu pula sang anak tidak tahu kondidi orang tuanya di LN, apakah masih hidup atau tidak.
Yang paling mudah dalam mengurus akte kelahiran anak-anak buruh migran, lanjut sisillia, ketika ada
dokumen pendukung yang tidak di,iliki kerabat di tanah air. "Misalnya ketika kedua orang tua berangkat keluar negeri, tidak ada kopi KTP yang dimiliki oleh keluarga di Indonesia. Padahal, KTP ini diperlukan untuk mengurus ke Dispendukcapil," terangnya.
Gadis yang biasa disapa Sisil inimengatakan, saat berangkat ke LN, rata-rata dokumen orang tua ikut
dibawa ke LN. sebab untuk KTP yang bersangkutan juga dipakai untuk keberangkatan ke luar negeri.
"Mestinya ada salinan dokumen yang ditinggalkan di tanah air," sambung alumnus Universitas Brawijaya malang ini.
Beruntung, sebagian orang tua anak buruh migran masih bisa dikontak seperti itu, Sisil dan kawan-kawan bisa menjalani komunikasi lewat media sosial atau video call. "Seperti KTP orang tua, kadang masih bisa dikirim melalui WhatsApp atau email," akunya.
Setahun lebih bergelut dengan pengurusan akte kelahiran anak buruh migran, Sisil menilai, anak anak
tersebut seakan menajdi oprang tanpa kewarganegaraan (citizenlis). Ibaratnya, mereka hanya menumpang hidup di Indonesia. Tetapi, dokumen kependudukan yang menerangkan bahwa mereka warga negara Indonesia (WNI) tidak ada. Sedianya, Dispendukcapil sudah siap melakukan pengurusan akte kelahiran on the spot di Ledokomboro setelah lebaran ini.(hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember, 05 Juli 2016
Disalin Kembali Oleh.(Rs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar