Saya Menangis Memandikan Anak-Anak Korban Kecelekaan
Awalnya ada rasa ngeri, jika petugas kamar mayat ini berurusan dengan jenazah. Apalagi korbanpembunuhan atau kecelakaan. Namun sekarang mereka sudah terbiasa. Apalagi jadi petugas perawat jenazah adalah profesi langka.
SERAGGAMNYA rapi, Warna putih seperti tak ada noda. Sepintas, mirip dengan seragam seragamyang dikenakan dokter kepala puskesmas,. Namun berbeda, karena kedua pegawai Dinas Kesehatan (DINKES) Jember ini hnayalah seorang penjaga kamar mayat. Sertifikasi, semacam kompetinsi. Sehingga tak heran,mereka berstatus sebagai pegawai Negeri Sipil (PNS).
Kemampuan awal merawat jenazah didapat Seman dan Arsyad dengan otodidak. Apalagi Seman yang hanya tamatan sekolah dasar (SD). Beruntung setelah dia bekerja di RSD Soebandi sejak tahun 1985, dia kemudian diarahkan untuk menempuh pendidikan kesetaraan. Sehingga, Sewman pun kini memiliki ijazahkejar paket-B dan paket-C yang setara ijazah SMP dan SMA.
Kemampuan otodidiaknya merawat jenazah, semakin diasah dengan bebrapa pelatihan keterampilan yang pernah dia ikuti bersama Asyarai. Seperti beberapa tahun lalu yang dia ikuti di surabaya. "Disana kami diajari tentang teknik memberlakaukan jenazah dengan baik. Termasuk dilatih ikut membantu dokter saat melakukan otopsi," katanya.
Sikap Spiritual Terpupuk saat Melihat Mayat
Sekarang, merawat jenazah dengan segala bentuk pun dia sudah terbiasa. namun dulu, 14 tahun silam awal dia ditugasi nge-pos di kamar mayat, bertemu dengan jenazah orang meninggal normal pun dia gemeter. "Apalagi saat awal-awal diminta merawat mayaat pembunuhan, saya sampai merem saat masuk kamar mayat."katanya mengingat pengalaman pertamanya.Proses adaptasinya berlangsung ssekitar setahun. Berikutnya hingga saat ini, dia sudah terbiasa
merawat jenazah. Jangankan ada kiriman jenazah di siang hari. malam hari pun tetap dia rawat tanpa
penolakan. Bahkan, mayat korbanpembantaian sekali pun, sudah dianggapnya biasa.
Seman dan Asyari memiliki kenangan yang tentu, tidak mudah dia lupakan selama bertugas di kamar mayat RSD Soebandi. Dimana mereka harus melawan nuraninya, merawat mayat anak-anak kecil yang masih duduk di bangku TK. Mereka korban tragedi kecelakaan bus di jalan ke arah pemandian Rembangan. "Jujur saya sempat mengis saat memndikan anak-anak itu. Mereka masih lucu-lucu," kata Seman sambil mengengnya.
Tragedi berdarah lainnya pun berlanjut. Pada tahun 2006 yang lalu, tragedi banjir bandang panti yang
menewaskan banyak warga, juga menjadi kenagna nya. Mulai dari anak-anak remja, dewasa hingga orang tua, mereka merawat di ruang terbatas kamar maayt tempay kerjanya. Semua membuat mereka pilu bersedih. Namun disisi lain, mereka bbangga, karena pekerjaannya bermanfaat bagi banyak orang.
Perjalann spiritualnya pun terpupuk selama bertugas di kamar mayat. Betapa tidak. Setiap merawat
jenazah, mereka selalu ingat bahwa suatu saat tubuhnya jkaku tak berdaya dan tak membutuhkan orang yang hidup untuk merawatnya. Kemudian kerja ikhlas untuk beribadah pun merka prioritaskan bahakan mengalahkan semua haknya. "Orang lain libur pun, saya senggup untuk kerja. Semua demi ibadah," imbuh seman.(rul/hdi)
Sumber: Jawa Pos radar Jember 08 Juli 2016
Disalin Kembali Oleh.(Rs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar