Tak Pernah Memaksa, Dekati Siswa dengan Pendekatan Pribadi
Berdakwah bisa dilakukan dimana saja. Termasuk di sekolah sekalipun. Yayuk Yuliati, guru dan Pembina Kerohanian di SMPN 2 Rambipuji sukses membuat seluruh sekolah aktif rutin dalam kegiatan kerohanian yang dibinanya.RANGGA MAHARDIKA, jember.
Berdakwah bisa dilakukan dimana saja. Termasuk di sekolah sekalipun. Yayuk Yuliati, guru dan Pembina Kerohanian di SMPN 2 Rambipuji sukses membuat seluruh sekolah aktif rutin dalam kegiatan kerohanian yang dibinanya.RANGGA MAHARDIKA, jember.
SEBENARNYA tidak ada yang aneh saat memasuki gerbang SMPN 2 Rambipuji yang baru dibangun itu. Kebetulan, kemarin ada kegiatan agenda class meting untuk mengisi kegiatan siswa menjelang pembagian rapor.
Namun, lama-kelamaan akan tersadar dan seperti memasuki kawasan pondok pesantren. Pasalnya, semua siswi di sekolah tersebut berjilbab. Padahal, ini merupakan sekolah negeri.
Tentu saja pemandangan ini agak aneh di masa sekarang ini, dimana masih banyak siswi yang suka mengumbar aurat dengan seragam yang kurang sopan."Mungkin hanya satu dua siswi yang tidak berjilbab. Guru-guru juga hampir berjilbab semua," ucap M. Rokhim, Kepala SMPN 2 Rambipuji. Dia mengatakan jika keberhasilan ini tidak lepas dari peran Yayuk Yuliati, guru sekolah yang juga pembina kerohanian sekolah itu. Yayuk Yukiati sendiri, saat ditemui mengakui jika dirnya kaget sekaligus senang dengan perubahan di sekolah yang berjuluk Spadara Gaul ini.
Satu semester Ditambah Hafalan Tiga Surat
Pasalnya, dirinya sendiri datang ke sekolah yang ada di Desa Pecoro Rambipuji itu sekitar tahun 2002 silam."Saat masuk dulu banyak melihat anak yang tidak berjilbab,"ucap Yayuk membuka pembicaraan.
Bukan hanya siswi perempuan namun juga para siswa. Dirinya yang memang berasal dari keluarga religius merasa risih dengan pemandangan tersebut. Apalagi, anak usia SMP sebenarnya sudah memasuki masa subur dan remaja. Dirinya pun kemudian mencoba untuk mengajak siswa-siswi untuk mau menutup aurat. Kebetulan kemudian di era Bupati M.Z.A. Djalal ada kebijakan siswa laki-laki memakai celana panjang. "Bukan untuk berjilbab, tetapi agar menutup aurat,"jelasnya.
Karena dengan menutup aurat selain menambah pahala juga menghindarkan para remaja ini dari tindakan tidak senonoh. Awal berbicara di kelas, banyak, siswa yang tidak terlalu memperhatikan. Namun, dirinya selalu diberikan materi tausiyah dan dakwah keagamaan."Ya semacam siraman rohani. Bisa tentang cinta Rosul dan Allah, tata cara salat dan sebagainya. Tidak hanya masalah aurat,"jelasnya.
Lama-kelamaan siswi-siswi di sekolah tersebut mulai ada yang bertanya tentang hijab. Banyak juga keluhan dari siswi sebenarnya ingin sekali berhijab, namun tidak diperbolehkan oleh orang tua. Pihaknya tetap memberikan pemahaman kepada siswi untuk menjelaskan kepada orang tua masing-masing."Kalau anak niatnya baik pasti orang tua setuju,"ucapnya. Dirinya juga saat ada pertemuan wali murid misalnya kegiatan pembagian rapor yang mengundang orang tua siswi juga diberikan pemahaman tentang menutup aurat itu juga untuk memantau ibadah anak.
Benar saja, sang orang tua setuju untuk mengganti seragam anak-anaknya untuk berjilbab. Bahkan banyak siswi yang dilaporkan oleh orang tua menjadi lebih agamis dan memakai hijab. Memang seharusnya demikian sinergi sekolah dengan orang tua," terangnya.
Dia memakai tidak pernah memaksa sang murid untuk berhijab dan memilih untuk berhijab sendiri. Bahkan, saat ini ada beberapa gelilir saja murid yang tidak berhijab. "kalau non muslim tentu tidak kami berikan pemahaman ini," ucap Yayuk. Bahkan, ternyata programnya mendapatkan apresiasi di sekolah, termasuk dari kepala sekolah. (c1/hdi)
Sumber: Jawa Pos Radar Jember, 5 Juni 2016
ditulisoleh:JSR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar